Kebebasan

Kebebasan

 





 Di gerbang kota dengan api di dekatmu aku pernah melihat kau meletihkan diri memuja kebebasanmu sendiri.

 Seperti budak-budak yang menundukan diri di hadapan seorang tiran meskipun ia menyembelih mereka.

 Di semak belukar kuil dan di bawah bayangan tembok benteng aku juga telah melihat orang paling bebas di antara kamu sedang mengenakan kebebasan mereka seperti sebuah pasungan dan sebuah borgol.

 Hatiku berdarah, karena engkau hanya bisa bebas ketika pencarian kebebasan telah menjadi tali kekang bagimu, dan ketika engkau bisa berhenti bicara tentang kebebasan sebagai tujuan dan pemenuhan

 Engkau akan menjadi bebas sebenarnya, bukan ketika hari-harimu berlalu tanpa persoalan dan malam-malammu terlewat tanpa hasrat dan kedukaan.

 Tetapi ketika benda-benda ini menggilas tubuhmu, maka engkau akan dapat naik dengan telanjang tanpa ikatan.

 Dan bagaimana mungkin engkau dapat naik melampui hari-hari dan malammu tanpa engkau memutuskan lebih dulu rantai yang di fajar pemahamanmu dan engkau kencangkan ke seluruh waktu-waktu siangmu.

 Dalam kebebasan yang kau namakan kebebasan adalah yang paling kuat di antara rantai-rantai ini, meskipun rantainya gemilang seperti matahari dan menyilaukan pandangan matamu.

 Dan apakah selain bagian tubuhmu sendiri yang akan kau patahkan itu ketika kau ingin bebas?

 Jika hukum tidak adil yang kau ingin hapuskan, maka ia tidak lain adalah apa yang telah kau tulis dengan tanganmu sendiri tepat di keningmu.

 Kau tidak dapat menghapusnya dengan membakar kitab undang-undangmu, tidak pula dengan mencuci kening-kening para hakimmu, meskipun kau guyurkan seluruh air samudra kepada mereka.

 Jika seorang lalim yang ingin kau runtuhkan, maka engkau harus mulai meruntuhkan singgasananya yang di bangun di dalam dirimu sendiri.

 Karena bagaimana mungkin seorang tiran mengatur orang yang bebas dan yang punya harga diri, jika tidak ada tirani dalam kebebasan mereka sendiri dan keminderan  dalam kebanggan mereka?

 Jika persoalan yang ingin kau selesaikan, maka sebenarnya persoalan itu adalah hasil pilihanmu sendiri dan bukan dilimpahkan orang lain kepadamu.

 Dan jika itu ketakutan yang ingin engkau hilangkan, maka tempat ketakutan tersebut adalah di hatimu dan bukan di tangan orang-orang yang takut.

 Sungguh segala sesuatu bergerak di dalam wujudmu dan selalu dalam rengkuhanmu, yang kau harapkan dan yang kau khawatirkan , yang kau sukai dan yang kau benci, yang kau cari dan yang kau ingin lari.

Semua bergerak di dalam dirimu bagaikan cahaya dan bayang yang selalu menyatu.

Ketika bayangan itu memudar dan tidak tampak lagi, cahaya yang tersisa akan menjadi bayangan cahaya lain.

Dan karenanya ketika kebebasanmu kehilangan belenggunya ia sendiri menjadi belenggu kebebasan yang lebih besar.

Tahi Kambing Berlapis Perak

Tahi Kambing Berlapis Perak


 


Silman effandy adalah seorang yang selalu berpakaian rapi, jangkung dan tampan, tiga puluh lima tahun usianya, dengan kumis yang melengkung panjang, mengenakan kaus kaki sutra dan sepatu dari kulit asli. Di tanganya yang halus ia membawa sebuah tongkat jalan berkepala emas berhiaskan permata. Ia makan di restoran yang paling mahal dengan fasilitas termodern. Dengan keretanya yang hebat, di tarik oleh kuda-kuda keturunan murni, ia melaju di sepanjang jalan-jalan utama.

   Kekayaan Silman Effandy  bukan warisan dari orang tuanya, yang ( semoga jiwanya mendapat kedamaian ) adalah seorang miskin. Tidak pula Silman Effandy  mengumpulkan kekayaanya dengan kelicikan maupun kemampuan berdagang. Ia seorang pemalas dan membenci segala pekerjaan, menganggap kerja sebagai merendahkan derajat.

   Sekali waktu kami mendengar ia berkata " Tubuh dan sifatku tidak cocok untuk bekerja, kerja adalah untuk orang-orang yang bersifat kasar dan bertubuh keras."

   Lalu bagaimanakah Silman Effandy memperoleh harta kekayaanya? dengan keajaiban apa debu di tanganya bisa berubah menjadi emas dan perak?

ini adalah rahasia yang terpendam di dalam tahi kambing berlapis perak yang telah di perlihatkan oleh Ezrael, sang malaikat maut kepada kami, dan sekarang kami akan mengungkapkanya kepadamu.


   Lima tahun lalu Silman Effandy menikahi seorang wanita bernama Fahima, janda dari Betros Namaan, yang masyhur karena keramahan, ketekunan, dan kerja keras.

  Fahima kala itu sudah berusia empat puluh lima tahun, namun masih bergaya dan berperilaku layaknya gadis berusia tujuh belas. Sekarang ia sedang mencuci rambutnya  dan dengan menggunakan kosmetik, ia menjaga dirinya tetap muda dan cantik.

Ia belum melihat Silman, suaminya yang muda itu, kecuali sesudah tengah malam ketika ia menanggapinya dengan agak menghina, dengan perilaku yang vurgar serta perlakuan tidak sopan  saat percakapan.

Namun semua perlakuan itu, di tambah gerak alis matanya yang manis, oleh Silman Effandy dipercaya sebagai pemberian hak kepadanya untuk membelanjakan uang yang telah dikumpulkan suaminya yang dulu.



   Adib Effandy adalah seorang muda berumuh dua puluh tujuh tahun, di anugerahi dengan hidung yang besar, mata sipit, wajah yang kotor, tangan belepotan  dan kuku-kuku jari  yang hitam dekil. Pakaianya yang coreng-moreng penuh minyak, lemak dan bubuk kopi.

  Penampilanya yang buruk bukan karena kemiskinan Adib Effandy, namun karena ia di penuhi pikiran-pikiran teologi dan spiritual. Ia sering kali mengutip ungkapan Amin El-Jundy Bahwa seorang pemikir tidak dapat sekaligus menjadi bersih dan pandai.

  Dalam bicaranya yang tak putus--putus, Adib Effandy tidak pernah mengatakan selain meminta pendapat tentang dirinya dari orang lain. Dalam penelitian kami  bahkan menjumpai bahwa Adib Effandy telah menghabiskan waktu selama dua tahun di Beirut untuk mempelajari retorika.

  Ia menulis banyak puisi, esai, dan artikel, namun belum ada yang di terbitkan. Alasan kesulitanya mendapatkan penerbit adalah karena kemerosotan penerbit dan kebodohan khalayak pembaca di dunia.

 Baru-baru ini Adib Effandy menyibukan diri mempelajari filsafat jaman kuno maupun baru. Ia menggagumi  Socrates dan Nietszche, dan ia menguasai ucapan-ucapan baik St. Agustinus, Voltaire maupun Rousseau.

 Di sebuah pesta perkawinan kami mendengar ia sedang mendiskusikan tentang Hamlet, namun pembicaraanya tampak seperti sebuah monolog, karena semua orang sedang sibuk menikmati minuman dan menari.

 Pada kesempatan yang lain, di pemakaman, objek pembicaraanya adalah syair-syair cinta Ben Al-Farid dan anggurisme Abun Nawas. Namun para pengunjung  segera melupakanya, tenggelam dalam kesedihan.

   

   Mengapa, kita sering kali bertanya, ada orang seperti Adib? apa guna segala buku-buku yang ia hafal dan tumpukan segala kertas penuh debu? Bukankah ia lebih baik membeli seekor keledai dan menjadi sais yang berguna.

 Inilah rahasia yang tersimpan di dalam tahi kambing kambing berlapis perak yang di ungkapkan oleh Baal Zabul dan sekarang kami sampaikan kepadamu.

 Tiga tahun yang lalu, Adib Effandy menggubah sebuah syair untuk dipersembahkan kepada yang Mulia Bishop Joshep Shamoun. Yang mulia berkenan meletakkan di anganya di pundak Adib Effandy, sambil tersenyum dan berkata, "Bagus sekali anakku, Tuhan memberkatimu! Aku yakin akan kecerdasanmu, dan suatu saat nanti engkau akan menjadi salah satu orang besar di timur."


   Farid bey, adalah seorang pria menjelang empat puluhan, tinggi, dengan kepala kecil dan mulut yang lebar, dengan kening yang sempit dan botak yang melebar ke puncak kepala. Ia berjalan dengan gaya angkuh, membusungkan dada dan menjulurkan lehernya yang panjang seperti unta.

 Dari suaranya yang lantang dan nada yang angkuh, engkau mungkin akan membayangkanya (jika belum pernah berjumpa denganya) seperti seorang menteri dari sebuah kerajaan besar yang  tenggelam dalam urusan rakyat banyak.

 Namun farid tidak memiliki pekerjaan, selain menghitung-hitung dan memuja-muja kehebatan nenek moyangnya. Ia sangat senang mengutip ucapan orang-orang terkenal, dan menceritakan kehebatan para pahlawan seperti Napoleaon dan Antar.

 Ia juga kolektor berbagai senjata yang ia sama sekali tak pernah belajar menggunakanya.

 Salah satu pepatahnya adalah bahwa Tuhan telah menciptakan dua jenis kelompok manusia yang berbeda, para pemimpin dan orang-orang yang mengikuti mereka.

 Pepatah yang lain adalah bahwa masyarakat itu seperti keledai-keledai dungu yang tak beranjak tanpa dicambuk terlebih dahulu.

 Yang lain lagi, bahwa pena berguna bagi orang yang lemah dan pedang bagi yang kuat.

 Apa gerangan yang menyebabkan farid membualkan nenek moyangnya serta berperilaku seperti sekarang?

  Inilaha rahasia yang terpendam dibalik tahi kambing berlapis perak yang diungkapkan Satanael kepada kami, dan sekarang, giliranya, akan kami ungkapkan kepadamu.

 Pada dekade abad kesembilan belas, ketika Emir Bashir, gubernur agung gunung lebanon, bersama rombonganya melewati lembah orang-orang Lebanon.

 Mereka singgah di desa di mana Mansour Davis, kakek Farid, tinggal.

 Hari itu adalah hari yang sangat panas, sang Emir turun dari kuda  dan memerintahkan para pengikutnya untuk berteduh  di bawah bayangan sebatang pohon oak.

 Mansour Davir yang mengetahui kedatangan Emir, memanggil para petani tetangganya, dan berita baik ini segera menyebar ke seluruh desa.

 Di pimpin oleh Mansour, orang-orang desa membawa anggur, buah ara, kendi-kendi air, madu, arak, dan susu untuk sang Emir.

 Ketika mereka sampai di pohon oak, Mansour berlutut di hadapan Emir dan mencium ujung jubahnya.

 kemudian ia berdiri dan menyembelih seekor domba untuk kehormatan sang Emir, sambil berkata, " Domba ini adalah kemurahanmu, wahai pangeran dan pelindung kami."

 Emir yang sangat terkesan dengan penghormatan tersebut, berkata kepadanya, "Dengan ini engkau aku angkat sebagai kepala desa ini, yang aku bebaskan dari pajak untuk tahun ini."

 Malam itu setelah Emir pergi, para penduduk desa berkumpul di rumah "Syeikh" Mansour Davis dan mengikrarkan kesetiaan kepada sang syeikh yang baru diangkat.

 Semoga Tuhan mengampuni jiwa-jiwa mereka.



    Terlalu banyak rahasia yang terkandung di alam tahi kambing berlapis perak tersebut untuk diungkapkan semuanya.

 Para iblis dan setan-setan mengungkapkan beberapa di antaranya kepada kami, siang dan malam yang kami bagikan kepadamu sebelum sang malaikat maut merengut kami di bawah sayap-sayapnya dan membawa kami jauh ke seberang sana.



   Karena sekarang sudah larut malam dan matak kamis sudah semakin erat, izinkan kami untuk membawa diri ke peraduan, barangkali seorang bidadari dari alam mimpi yang akan membawa jiwa-jiwa kami ke sebuah dunia yang lebih bersih dari yang ada ini.

Filsafat Logika

Filsafat Logika


 


Pada suatu malam ketika hujan turun di kota beirut, Salim Effandy Daybis duduk di hadapan rak buku di ruang belajarnya dan mulai membuka-buka halaman sebuah buku tua, sambil sesekali menghembuskan  gumpalan asap rokok Dji Sam Soe dari sela-sela bibirnya, ia sedang membaca dialog tentang pengetahuan diri dan Socrates, yang di rekam oleh muridnya, Plato.

Salim Effandy merenungkan apa yang telah di bacanya dan merasa sangat hormat kepada orang-orang bijak baik Timur maupun Barat.

 "KENALI DIRIMU SENDIRI" ia mengulang ucapan Socrates dan melompat dari tempat duduknya , mengacungkan tangan dan mengikrarkan, "Aku harus mengetahui diriku sendiri dan menembus ke dalam rahasia kalbuku, sehingga aku akan terbebas dari kebimbangan dan keraguan. Menjadi utama  yang mulia bagiku untul menyingkap hakikat diriku yang ideal, kemudian membuka rahasia-rahasia eksistensi fisikalku kepada esensiku yang abstrak."

Dipenuhi dengan kegembiraan yang tak terduga matanya bersinar-sinar  penuh cinta pada pengetahuan-pengetahuan diri.

Kemudian ia pergi ke ruang tengah dan berdiri di depan cermin seperti sebuah patung  memperhatikan dirinya  sendiri, merenungkan bentuk wajah, kepala, dan seluruh bagian tubuhnya.

Ia berdiam seperti itu lebih dari setengah jam, seakan-akan ada pengetahuan Ethereal yang mengguyurnya dengan pemikiran-pemikiran  yang mengagumkan dan melambung di mana rahasia-rahasia hatinya telah tersingkapkan, dan mengisi hatinya dengan cahaya, pelan-pelan ia mulai membuka mulut dan berbicara kepada dirinya sendiri.

   "Aku memiliki tubuh  yang pendek, tetapi Napoleon dan Viktor hugo juga demikian. Aku memiliki kening yang lebar, tapi demikian juga Socrates dan Spinoza. Kepalaku besar, tapi Shakespeare juga demikian. Hidungku besar dan bengkok, tapi demikian juga dengan hidung Voltaire dan George washington. Aku memiliki mata cekung demikian juga Paulus dan Nietzsche. Bibir tipisku mirip dengan Louis XIV, dan leherku yang kecil sama dengan leher Hannibal  dan Markus antonious."


Setelah berhenti beberapa saat, ia melanjutkan

   "Telingaku panjang dan tampak lebih cocok berada pada kepala seekor binatang, tapi Cervantes juga memiliki telinga yang sama. Wajahku menggelembung  dan pipiku bulat. Tapi demikian juga dengan pipi-pipi Lavayette dan Lincoln. Tubuhku besar atas seperti William Pitt dan Goldsmith. Pundakku yang sebelah lebih tinggi dari yang lain, tapi pundak Gambietta juga demikian. Telapak tanganku  kecil dan jari-jariku pendek, dan ini mirip Edington. Tubuhku tipis dan tubuh sepertisegala ciri  ini adalah tipikal para pemikir besar.

Aku sulit untuk bisa menulis maupun membaca jika tidak tersedia secangkir kopi bersamaku, seperti juga Balzac. Yang lebih penting lagi, aku punya kecenderungan bergaul dengan orang-orang kasar, sebagaiman juga Tolstoy. Kadangkala aku tidak mencuci muka dan mencuci tangan sampai empat hari, dan hal ini aku mirip Beethoven dan Walt Whitman.

Aneh juga, aku sering kali beristirahat dan suka  mendengar gosip-gosip para perempuan tentang perilaku dan hubungan mereka dengan para suami mereka.Ini persis apa yang dilakukan Boccacio.

Kehausanku akan angggur mengikuti Marlowe, Abu nawas. Sedangkan kerakusanku makan, bahkan melebihi Emir Bashir dan Alexander Agung."

   setelah berhenti lagi Salim Effandy menyentuh keningnya dengan jari-jarinya yang kotor dan berkata lagi:

   "Inilah diriku - inilah hakikatku, Aku menyandang segala ciri orang besar dari awal sejarah hingga hari ini.

 Seorang pemuda dengan ciri semacam itu pasti ditakdirkan akan mencapai prestasi besar."

   " Esensi hikmat adalah pengetahuan semacam ini, Karena itu aku harus segera memulai sebuah karya besar sebagaimana yang telah dibebankan oleh sang Jiwa Agung penguasa jagad raya kepadaku, yang telah menanamkan dalam hatiku sebagai kelebihan yang dapat disaksikan .

Aku memiliki kemiripan  dengan orang besar, mulai Nuh hingga Socrates, melalui Boccacio hingga Ahmad Farris Shidiq. Aku belum tahu bagaimana aku memulai karya besar tersebut, tapi orang  yang telah menyatukan dalam diri mistis dan diri riilnya segenap kualitas mistik yang telah ditata oleh siang dan di inspirasikan sang malam, tidak diragukan lagi aku akan mampu melakukan sesuatu yang besar. . .

Aku telah mengetahui diriku, ya dan yang mahakuasa yang telah mengetahuiku. Jayalah jiwaku, jayalah diriku, Mudah-mudahan  dunia tetap berputar hingga tercapai cita-citaku."


   Salim effandy berjalan mondar-mandir dalam ruangan itu, wajah buruknya memancarkan kepuasan, dan dengan suara yang mirip dengan raungan seekor kucing di antara tulang-belulang berserakan, ia mengulang ungkapa Abul Al-Ma' arri

   Walau aku orang terakhir dari zaman ini

    Aku akan melakukan apa-apa yang belum dapat

   Dilakukan para pendahuluku.


Setelah itu kawan kita ini tertidur di atas dipannya yang berantakan , dan dari hidungnya terdengar suara mendengkur seperti bunyi gergaji.

Rahasia Hati

Rahasia Hati


Di sebuah istana yang indah, di kegelapan malam yang melingkupi bagai bayang- bayang sang maut, seorang dara duduk sendiri di atas sebuah kursi gading.

Dengan kepala yang disangga oleh tanganya bagaikan kelopak daun yang layu di atas tangkainya.

Ia merasa seperti tahanan tanpa harapan, yang ingin menjebol dinding-dinding penjara dengan sorot matanya, hendak menerjang keluar dan berenang dalam pusaran kebebasan.

Waktu berlalu bagaikan hantu yang berjalan di lubuk malam, sementara sang dara menghibur dirinya dengan airmata, tak mampu dirinya betontak dengan kesunyian dan kepedihan.

Dan ketika kekacauan perasaanya semakin menjadi-jadi di dalam lubuk hati dan mematahkan kunci-kunci yang menutup rahasia-rahasia pikiranya, ia mengambil sebatang pena, dengan airmata yang mengalir bersama tinta.

Ia menulis:


 "Ayunda tercinta; Ketika hati tertindas oleh apa yang ingin disembunyikanya dan kelopak mata penuh oleh  airmata, sedang tulang rusuk pun telah hancur luluh oleh tumbuhnya hal-hal tersembunyi, apa yang bisa dilakukab manusia selain mengeluh dan berucap? Orang yang bersedih akan menganggap rintihan sebagai sesuatu yang manis, seorang pecinta menemukan hiburan dalam api kemudaanya, dan si tertindas menjumpai kebebasan dalam permohonan.

Sekarang aku menulis untukmu karena aku sedang menjadi penyair yang sedang menyaksikan keindahan semesta dan mengatur pola-pola keindahan itu dengan dorongan kekuatan dari surga.

Atau seorang bocah kelaparan yang menyaksikan hidangan lezat, didorong oleh derita rasa laparnya, dan lupa oleh kemiskinan dan kepapaan ibunya.

 Dengarkanlah kisah sedihku, kakak, dan menangislah untukku. Karena tangisanmu seperti doa, dan airmata kasih sayang lebih baik daripada tindakan baik yang tanpa belas kasihan, karena mereka bangkit dari kedalaman rohani, sebagai mahluk yang hidup.

Ayahku telah memutuskan mengawinkan aku dengan seorang laki-laki kaya dan berpangkat, sama seperti semua ayah yang berada dan terhormat yang menginginkan untuk melipatgandakan kekayaan dengan kekayaan, takut akan kemelaratan dan merengkuh kehormatan dengan kehormatan sebagai penolakan terhadap kenistaan zaman.

Dan aku beserta semua mimpiku menjadi korban yang di persembahkan di altar emas yang bagiku tidak ada nilainya, kepada ketinggian derajat, yang sangat memuakkan dalam pandanganku.

Aku adalah mangsa yang gemetar dalam cengkeraman materi yang, jika ia tidak digunakan untuk mengabdi kepada jiwa, lebih mengerikan ketimbang kematian, dan lebih menyengsarakan dari segala malapetaka.

Aku meyakini kehormatan suamiku, karena ia seorang yang baik dan mulia dan bermaksud membawaku ke jalan kebahagiaan dan menawarkan kekayaan bagi kemuliaanku.

Namun aku menemukan bahwa semua itu tak bermanfaat dibanding dengan satu saat cinta yang sejati dan suci; cinta yang tak memandang apapun sebagai berharga, namun tetap agung.

 Jangan tertawakan aku, kakak, karena sekarang aju telah menjadi seorang yang paling tahu tentang hati wanita, hati yang berdebar-debar, yang disenandungkan oleh burung-burung di cakrawala cinta.

Bahwa bejana telah penuh oleh anggur-anggur kuno yang disiapkan untuk suguhab bibir-bibir jiwa.

Yang merupakan buku-buku di mana tertulis segala senang dan susah segala bahagia dan nestapa, segala kenikmatan dan kepedihan.

Buku yang tidak akan pernah terbaca kecuali oleh para sahabat sejati setengah dari wanita diciptakan untuknya dari permulaan zaman hingga akhir.

Ah, aku telah mengetahui wanita dalam kerinduan dan hasrat mereka, karena aku telah melihat bahwa kereta dan kuda-kuda indah suamiku dan peti-peti hartanya yang selalu penuh dan bernilai tinggi, tidaklah sama dengan satu kedipan mata seorang pemuda papa yang telah ditakdirkan dicipta untukku dan untuknya aku diciptakan.

Yang sabar menanti dalam kedukaan dan ketercabikan oleh perpisahan .

Seorang tertindas yang menjadi korban keinginan ayahku; terpenjara tanpa kesalahan dalam kurungan waktu.

Tidak perlu engkau menghiburku, karena hiburan bagiku hanyalah terbebas dari penderitaan, pengetahuan akan kekuatan cintaku dan kehormatan damba dan rinduku.

Sekarang aku melihat keseberang airmataku, dan aku menyaksikan nasibku, hari demi hari, membawa semakin dekat kemana aku harus menunggu sahabat jiwaku dan berjumpa denganya dan memeluknya dalam pelukan yang panjang dan sakral.

Jangan cela aku, karena aku telah berlaku sebagai istri yang baik, tunduk kepada hukum-hukum dan adat laki-laki dengan kesabaran dan ketabahan.

Aku memuliakan, menghormati dan menjunjung suamiku.

Namun aku tak bisa memberikan semua milikku, karena Tuhan telah menetapkan bahwa ia hanya untuk kekasihku yang segera aku berjumpa denganya.

Langit telah menghendaki dalam hikmat diamnya bahwa aku harus melalui hari-hariku dengan laki-laki yang bukan dia, yang aku diciptakan untuknya, dan aku akan melalui kehidupan ini sesuai dengan kehendak langit.

Dan ketika pintu keabadian telah terbuka dan aku dapat bergabung dengan belahan jiwaku, aku menengok ke masa lalu-masa yang tidak lain adalah saat ini-seperti musim semi menengok musim dingin.

Aku akan merenungkan kehidupan ini seperti pendaki yang telah mencapai puncak dan memandangi lereng-lereng terjal yang telah ia lalui dan mengantarkanya mencapai puncak tersebut.



  Sampai di sini sang dara berhenti menulis.

Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tanga dan ia menyerahkan diri kepada tangisan yang menyedihkan seakan jiwanya sedang memberontak melawan selembar kertas berisi rahasia paling suci.

Ia mengeringkan air matanya dengan segera dan airmata itu pergi untuk menetap di udara yang tenang, tempat peraduan hati para pecinta dan bunga-bunga.

Setelah beberapa saat ia mengambil penanya dan menulis:

   "Apakah engkau ingat pemuda itu kakak?

Apakah engkau ingat cahaya yang memancar dari kedua bola matanya, dan kesedihan yang membayang di alisnya, dan senyumnya yang seperti airmata seorang wanita yang putus harapan?

Dapatkah kau ingat suaranya yang terdengar seperti gema di padang yang jauh?

Dapatkah engkau mengingatnya ketika ia hendak merenungkan segalanya dengan pandangan mata menerawang, dalam kesunyian, dan berkata kepada mereka dalam keheranan, lalu menundukan kepala dan mengeluh seakan sedang dalam kekhawatiran bahwa ucapan akan mengkhianti apa yang ingin ia pendam di dasar hati?

Dan mimpi-mimpinya juga keyakinan-keyakinanya, itu juga, apakah engkau mengingatnya?

Ah, banyak hal ini dalam diri pemuda yang kepadanya laki-laki lain berpikir mirip denganya, yang ayahku sendiri telah meremehkanya karena ia dibandingkan dengan sampah-sampah yang terbuang.

Ah, kakak, engkau pasti tahu aku seorang martir, untuk urusan dunia yang sepele dan seorang yang berkorban untuk kebodohan.

Kasihanilah adikmu ini, yang berdiri dalam kesunyian dan menatap kegelapan malam untuk mengungkapkan segala rahasia di dadanya.

Milikilah kasih sayang , karena cinta akan mengunjungi hatimu."


   Pagi mulai datang, sang dara bangkit dari tempat menulisnya, dan dalam sekejap, ia telah terlelap.

Barangkali ia akan menjumpai di sana mimpi-mimpi yang lebih manis daripada mimpi-mimpi orang yang terjaga.

 













Pengungkapan

Pengungkapan


 



Ketika malam bertmbah gelap dan pergi ke peraduan sambil melepas jubahnya ke atas wajah bumi.

Aku meninggalkan tempat tidur dan menuju laut, sambil berkata pada diriku sendiri.

"Laut tidak pernah tidur, dan keterjagaan laut menentramkan jiwa yang tak tidur."

Ketika aku sampai di pantai, kabut mulai turun dari puncak gunung.

Dan menutupi dunia seperti kerudung yang memperindah wajah seorang perawan.


Di sana aku berdiri menatap ombak-ombak, mendengar mereka tertawa, dan memikirkan kekuatan yang tersembunyi di baliknya.

Kekuatan yang melaju bersama badai, yang bergetar dalam muntahan lava, yang tersungging sengan senyum bunga-bunga dan menyenandungkan sebuah melodi dengan gemercik anak sungai.

Sesaat kemudian aku menatap, dan ah,

Aku meligat tiga orang duduk di atas batu karang, dan aku melihat kabut di sana namun tak mampu menyelubungi mereka.

Pelan aku berjalan menuju batu karang itu, bagaikan di tarik oleh kekuatan gaib yang aku sama sekali tidak tahu.

Beberapa langkah dari mereka aku berhenti, berdiri dan menatap, karena ada keajaiban di tempat itu.

Yang mengkristalkan tujuanku dan membekukan khayalanku.

Dan saat itu salah satu dari ketiganya bangkit dan dengan suara yang terdengar seperti suara dari dasar laut, ia berkata.

"Hidup tanpa cinta ibarat pohon tanpa bunga atau buah. Dan cinta tanpa keindahan ibarat bunga tanpa bau harum, dan buah tanpa isi.

Hidup, cinta, dan kecantikan adalah tiga inti dalam satu diri, bebas dan tak terikat.

Yang tak mengenal perubahan maupun perpisahan."

Dikatakanya hal ini, dan duduk kembali ke tempatnya.


Kemudian orang kedua bangkit sendiri, dan dengan suara seperti gemericik air ia berkata.

"Hidup tanpa pemberontakan ibarat musim-musim yang tak pernah bersemi. Dan pemberontakan tanpa kebenaran seperti musim semi di padang pasir yang kering dan gersang.

Hidup, pemberontakan, dan kebenaran adalah tiga inti dalam satu diri, tak pernah pudar, tak pernah sirna."

Ini dikatakanya,dan duduk kembali di tempatnya.


Kemudian orang ketiga berdiri, dan berkata dengan suara seperti gemuruh petir, katanya.

"Hidup tanpa kebebasan ibarat tubuh tanpa jiwa. Dan kebebasan tanpa pikiran ibarat jiwa yang terkutuk.

Hidup, kebebasan dan pikiran, tiga inti dalam satu diri yang kekal. Yang tidak dapat hancur atau mati."


Kemudian ketiga orang itu bangkit dan dengan suara penuh pesona dan keagungan mereka berkata.

"Cinta dan semua yang dilahrikanya.

 Pemberontakan dan semua yang diciptakanya.

 Kebebasan dan semua yang dibangkitkanya.

 Ketiganya adalah bagian dari Tuhan. . .

 Dan tuhan adalah pikiran yang tak terbatas dari   keterbatasan dan kesadaran dunia."


Kemudian sunyi mengikuti, samar-samar terdengar dengan kepak-kepak sayap tak terlihat dan getaran tubuh-tubuh yang halus.

Dan kupejamkan mataku, mendengarkan gema percakapan yang baru kudengar.

Ketika kubuka mataku, aku melihat laut yang diselimuti kabut.

Aku berjalan mendekati batu karang itu.

Dan aku tak melihat apa-apa kecuali kepulan asap dupa yang membubung ke angkasa.

Kerja

Kerja


 Bismillah...

Dengan bekerja engkau dapat mengikuti dan dekat dengan jiwa dunia.

pengangguran akan menjadikanmu terasing di antara musim-musim.

Membawamu ke luar dari iring-iringan kehidupan yang berbaris penuh kemuliaan.

Dalam kepatuhan yang penuh kebanggan, menuju keabadian.

Ketika bekerja engkau adalah seruling yang menjadikan bisikan-bisikan waktu menjadi senandung.

Ataukah engkau ingin menjadi sebatang bambu, yang sepi dan dungu, ketika yang lain bersenandung  dalam hymne alam.

Selalu engkau di beri tahu bahwa bekerja adalah terhina dan berkarya adalah sial.

Tapi, aku katakan padamu bahwa ketika engkau berkerja, engkau sedang mewujudkan mimpi terindah milik dunia.

Yang selalu menuntut kepadamu kapan mimpi itu akan terwujud.

Dengan selalu bekerja engkau akan selalu berada dalam dekapan kehidupan yang sedang mencinta.

Dan dengan bercinta dengan kehidupan melalui kerja, engkau telah terlibat denganya dengan cara paling intim dan rahasia.

Tapi jika rasa sakitmu telah melahirkan penderitaan dan dukungan daging menjadi kutukan yang tertulis di alismu.

Maka aku menjawab bahwa tidak ada selain keindahan alismu sendiri yang menghapuskan apa yang sudah tertulis itu.

Engkau telah diberi tahu bahwa hidup afalah kegelapan, dan dalam kekhawatiranmu.

Engkau mengumandangkan apa yang telah dikatakan kepadamu dengan ketakutan.

Dan aku memgatakan bahwa kehidupan memang kegelapan jika ia keinginan.

Dan semua keinginan adalah buta jika ia tanpa pengetahuan.

Dan pengetahuan adalah kosong jika tanpa disertai kerja.

Dan semua kerja adalah hampa kecuali jika ada cinta.

Dan jika kau bekerja dengan cinta, maka engkau sedang mengikatkan diri dengan dirimu sendiri, dengan orang lain, dan dengan Tuhan.

Dan apakah bekerja dengan cinta itu?

Ia adalah menenun kain dengan benang-benang dari hatimu, seakan kekasihmu yang akan mengenakanya.

Membangun rumah dengan batu-batu dari jantungmu, seakan kekasihmu yang akan menempatinya.

Menabur benih dengan penuh kelembutan dan memetik panen dengan rasa senang, seakan kekasuhmu yang akan menjadikan buah-buahan itu sebagai hidanganya.

Meneguhkan segala yang telah kau bangun dengan hembusan jiwamu sendiri.

Dan memgetahui orang-orang yang telah mati sedang berdiri bersamamu dan mengamati.

Seringkali aku mendengar engkau berkata seperti sedang mengigau dalam tidurmu "Siapa yang bekerja dengan pualam, dan menemukan bentuk jiwanya sendiri dalam bebatuan itu, lebih mulia dari mereka yang membajak sawah.

"Dan siapa yang dapat merenggut pelangi dan merebahkanya di atas kain dalam kemiripan seperti manusia, lebih utama dari pembuat sepatu untuk alas kaki kita."

Tapi aku katakan, bukan dalam tidur, tapi dengan sepenuh kesadaran di siang hari.

Bahwa angin tidak bertiup lebih indah dari pohon oak raksasa dibandingkan  pada bilah-bilah rerumputan.

Dan hanya dia yang agung yang mampu mengubah suara angin  menjadi lebih merdu dengan cintanya.

KERJA MEMBUAT CINTA MENJADI NYATA.

Dan jika kamu tidak dapat bekerja dengan cinta, dan hanya rasa enggan engkau bekerja.

Maka lebih baik bagimu untuk meninggalkan kerjamu itu dan duduk di pinggir jalan meminta sedekah dari orang-orang yang bekerja dengan gembira.

Karena jika engkau menanak nasi dengan masa bodoh, engkau telah memasak nasi sangit yang hanya dapat menghilangkan rasa lapar setengah manusia.

Dan jika engkau menaruh rasa dendam dalam pengeringan teh, maka engkau telah menanamkan racun dalam keharuman nikmatnya.

Dan jika engkau bersenandung meskipun untuk para bidadari, tapi jika bukan cinta yang kau senandungkan.

Maka engkau . . .

Maka engkau . . .

Maka engkau . . . engkau telah menggaduhkan telinga manusia dari mendengar senandung siang dan alunan malam.


wassalam . . .


Ibu

Ibu




 

Kata  paling indah yang terucap oleh bibir manusia adalah " IBU " , dan panggilan yang paling indah adalah " Ibuku ".

Kata yang penuh dengan harapan dan cinta, kata manis dan indah yang datang dari kedalaman lubuk hati.

Ibu adalah segalanya dia adalah penghibur kita dalam sedih, harapan kita  dalam susah, dan sandaran kita tatkala lemah.

Dia adalah sumber cinta, kebaikan, simpati, dan maaf.

Dia yang kehilangan ibu akan kehilangan sebuah  jiwa murni yang selalu menjaga dan memberkahi.

Seluruh isi semesta bicara dalam bahasa ibu.

Matahari adalah ibu bumi yang memberi makanan dari panasnya, dia takkan meninggalkan bumi sampai malam menidurkanya dalam buaian ombak dan nyanyian burung-burung dan sungai-sungai.

Dan bumi adalah ibu pohon-pohon dan bunga-bunga.

Dia menumbuhkan, merawat dan menyapihnya.

Pohon-pohon dan bunga-bunga menjadi ibu yang baik bagi buah-buahan dan biji-bijianya.

Dan ibu teladan segala eksistensi, engkaulah jiwa abadi, penuh dengan cinta dan keindahan

Kata ibu tersembunyi di dalam hati, dan ia keluar dari bibir di saat-saat sedih atau bahagia bagaikan harum yang keluar dari lubuk bunga-bunga  yang merekah juga kala terang atau mendung di udara.

Tahu dan Setengah Tahu

Tahu dan Setengah Tahu


 

Alkisah empat ekor katak sedang duduk-duduk di atas sebatang kayu, yang menggantung di atas sungai.

Tiba-tiba batang kayu itu patah dan terbawa arus, ikut mengalir bersama air.

Katak-katak itu begitu senang dan gembira, karena mereka belum pernah berlayar sebelumnya.

Katak yang pertama berbicara, katanya,  " Sungguh batang kayu ini menakjubkan. Ia bergerak seolah-olah hidup.Belum pernah kukenal batang seperti itu sebelumnya."

Kemudian katak yang kedua ikut berbicaea, katanya, " Bukan, sahabatku, batang kayu ini seperti yang lainya juga, dan ia tak bergerak. Sungailah yang bergerak melangkah mengalir menuju laut, dan membawa kita serta batang kayu ini bersamanya."

Katak ketiga berbicara menyahut, katanya, " Batang kayu maupun sungai ini tidak bergerak. Yang bergerak itu adalah pikiran kita. Karena tanpa pikiran tak ada yang dapat bergerak."

Dan ketiga katak itu mulai bertengkar tentang apa yang sebenarnya bergerak. Percekcokan itu semakin memanas dan memuncak tetapi mereka tak juga mencapai kata sepakat.

Kemudian mereka menoleh kepada katak keempat yang sampai saat itu hanya mendengar penuh perhatian dalam diam, dan mereka menanyakan pendapatnya.

Katak keempat pun berkata, " Kalian semua benar dan tak ada yang salah yang bergerak memang batang kayu, air, dan pikiran kita juga."

Ketiga katak itu me jadi semakin marah, tak ada satu pun dari mereka yang mau mengakui bahwa diri mereka tak seluruhnya benar, dan tak seluruhnya salah.

Kemudian terjadi peristiwa aneh. Ketiga katak itu bersama-sama mendorong katak keempat dari batang kayu hingga tercebur ke dalam sungai. ☹️

Penjahat

Penjahat

 



Seorang pemuda berbadan kuat yang lemah karena lapar, duduk di trotoar jalan sambil menjuluekan tangan kepada setiao orang yang lewat, memohon dan meratapkan nyanyian kesedihan, kekalahanya dalam kehidupan, sambil menanggung derita rasa lapar dan kehinaan.

Ketika malam datang, bibir dan lidahnya telah kering, sementara tanganya masih sama kosongnya dengan perutnya.

Ia kuatkan dirinya dan pergi ke luar kota, di mana ia duduk di bawah pohon dan menangis penuh kepedihan.

Kemudian dia angkat matanya yang penuh teka-tekike langit, sementara rasa lapar masih terus menggerogotinya dari dalam, dia berkata "Tuhan, aku telah pergi kepada orang-orang kaya untuk meminta pekerjaan, namun mereka berpaling katena badanku yang lusuh, aku mengetuk pintu sekolah, namun di larang masuk karena tanganku kosong.

Dengan tekun kucari setiap kesempatan untuk mendapat sesuap nasi, namun tak juga kucapai.

Dalam kehinaan aku minta sedekah, namun para penyembah-Mu memandangku dan berkata "Tubuhnya kuat, tapi pemalas, tidak pantas mengemis."

"Wahai Tuhan, karena kehendak-Mu ibuku melahirkan aku, kini bumi mengembalikan aku pada-Mu sebelum semuanya berakhir."

tiba-tiba wajahnya berubah, ia bangkit , dan matanya tajam bergerak penuh tujuan.

Ia mengambil sepotong kayu besar dan pergi ke kota, ia berteriak, "Aku telah meminta roti dengan segala kekuatan suaraku, dan telah kalian tolak.

Sekarang aku akan melakukanya dengan kekuatan ototku!

Aku meminta nasi atas nama cinta dan ampunan, namun manusia tak mengindahkan.

Dan sekarang aku akan mengambilnya  atas nama kejahatan!"



 Tahun-tahun berlalu menjadikan sang pemuda sebagai perampok, pembunuh, dan perusak jiwa-jiwa, ia menghancurkan segala yang menentangnya ia kumpulkan harta kekayaan yang berlimpah, sehingga ia mampu menunduka  para penguasa.

Ia di hormati para rekanya, iri dengki para pencuri lain, dan ditakuti orang banyak.

kekayaan dan pengaruh yang ia miliki telah membuat gubernur  mengangkatnya menjadi wakil di kota itu, keputusan yang menyedihkan dari seorang gubernur yang tidak bijak.

Kemudian pencuri dilindungi, penindasan didukung oleh penguasa, penganiayaan orang-orang lemah  menjadi pemandangan biasa dan para gerombolan dijilat dan dihormati.

Demikianlah, sentuhan pertama dari egoisme kemanusiaan telah melahirkan penjahat-penjahat yang rendah diri, dan para pembunuh anak-anak kedamaian.

Demikianlah kerakusan awal kemanusian tumbuh menyerang balik pada kemanusiaan seribu kali lipat!

Pencarian

Pencarian


 Seribu tahun yang lalu dua filsuf bertemu di lereng gunung Lebanon, dan yang satu berkata kepada yang lainya, " Ke manakah engkau akan pergi?"

Yang satunya menjawab, "Aku mencari air mancur muda yang berada di sekitar perbukitan ini. Aku telah menemukan tulisan yang menceritakan bahwa air mancur itu berbunga-bunga saat matahari menyinarinya. Dan engkau, apa yang kau cari kawan?"

Filsuf pertama itu menjawab, "Aku mencari misteri kematian."

Kemudian mereka saling menganggap bahwa yang lainya kurang ilmunya, dan mereka mulai bertengkar, serta saling menuduh sebagai orang yang buta terhadap kejiwaan.

Ketika suara keras mereka terbawa angin, seorang asing, laki-laki yang dianggap tolol di desanya sendiri lewat, dan ketika ia mendengar pertengkaran kedua filsuf yang semakin memanas, ia berdiri sebentar dan mendengar argumen mereka.

Kemudian ia mendekati keduanya dan berkata, "Sahabat-sahabatku yang baik, kelihatanya kalian berdua benar-benar menguasai bidang ilmu filsafat yang sama, dan kalian membicarakan hal yang sama, meski kalian katakan dengan bahasa yang berbeda.

Salah satu dari kalian mencari air mancur awet muda, dan yang lainya mencari misteri kematian.

Namun sesungguhnya yang kalian cari itu hanya satu, dan berada dalam diri kalian berdua."

Orang asing itupun berbalik dan pergi sambil mengatakan "Selamat berpisah, orang-orang bijak."

Dan ketika ia meninggalkan mereka, ia tertawa dengan tawa yang sabar.

Dua filsuf itu saling memandang diam untuk sementara, dan kemudian juga tertawa. Lalu salah satu dari mereka berkata, "Jadi sekarang, akankah kita berjalan dan mencari bersama-sama kawan?"