Rahasia Hati


Di sebuah istana yang indah, di kegelapan malam yang melingkupi bagai bayang- bayang sang maut, seorang dara duduk sendiri di atas sebuah kursi gading.

Dengan kepala yang disangga oleh tanganya bagaikan kelopak daun yang layu di atas tangkainya.

Ia merasa seperti tahanan tanpa harapan, yang ingin menjebol dinding-dinding penjara dengan sorot matanya, hendak menerjang keluar dan berenang dalam pusaran kebebasan.

Waktu berlalu bagaikan hantu yang berjalan di lubuk malam, sementara sang dara menghibur dirinya dengan airmata, tak mampu dirinya betontak dengan kesunyian dan kepedihan.

Dan ketika kekacauan perasaanya semakin menjadi-jadi di dalam lubuk hati dan mematahkan kunci-kunci yang menutup rahasia-rahasia pikiranya, ia mengambil sebatang pena, dengan airmata yang mengalir bersama tinta.

Ia menulis:


 "Ayunda tercinta; Ketika hati tertindas oleh apa yang ingin disembunyikanya dan kelopak mata penuh oleh  airmata, sedang tulang rusuk pun telah hancur luluh oleh tumbuhnya hal-hal tersembunyi, apa yang bisa dilakukab manusia selain mengeluh dan berucap? Orang yang bersedih akan menganggap rintihan sebagai sesuatu yang manis, seorang pecinta menemukan hiburan dalam api kemudaanya, dan si tertindas menjumpai kebebasan dalam permohonan.

Sekarang aku menulis untukmu karena aku sedang menjadi penyair yang sedang menyaksikan keindahan semesta dan mengatur pola-pola keindahan itu dengan dorongan kekuatan dari surga.

Atau seorang bocah kelaparan yang menyaksikan hidangan lezat, didorong oleh derita rasa laparnya, dan lupa oleh kemiskinan dan kepapaan ibunya.

 Dengarkanlah kisah sedihku, kakak, dan menangislah untukku. Karena tangisanmu seperti doa, dan airmata kasih sayang lebih baik daripada tindakan baik yang tanpa belas kasihan, karena mereka bangkit dari kedalaman rohani, sebagai mahluk yang hidup.

Ayahku telah memutuskan mengawinkan aku dengan seorang laki-laki kaya dan berpangkat, sama seperti semua ayah yang berada dan terhormat yang menginginkan untuk melipatgandakan kekayaan dengan kekayaan, takut akan kemelaratan dan merengkuh kehormatan dengan kehormatan sebagai penolakan terhadap kenistaan zaman.

Dan aku beserta semua mimpiku menjadi korban yang di persembahkan di altar emas yang bagiku tidak ada nilainya, kepada ketinggian derajat, yang sangat memuakkan dalam pandanganku.

Aku adalah mangsa yang gemetar dalam cengkeraman materi yang, jika ia tidak digunakan untuk mengabdi kepada jiwa, lebih mengerikan ketimbang kematian, dan lebih menyengsarakan dari segala malapetaka.

Aku meyakini kehormatan suamiku, karena ia seorang yang baik dan mulia dan bermaksud membawaku ke jalan kebahagiaan dan menawarkan kekayaan bagi kemuliaanku.

Namun aku menemukan bahwa semua itu tak bermanfaat dibanding dengan satu saat cinta yang sejati dan suci; cinta yang tak memandang apapun sebagai berharga, namun tetap agung.

 Jangan tertawakan aku, kakak, karena sekarang aju telah menjadi seorang yang paling tahu tentang hati wanita, hati yang berdebar-debar, yang disenandungkan oleh burung-burung di cakrawala cinta.

Bahwa bejana telah penuh oleh anggur-anggur kuno yang disiapkan untuk suguhab bibir-bibir jiwa.

Yang merupakan buku-buku di mana tertulis segala senang dan susah segala bahagia dan nestapa, segala kenikmatan dan kepedihan.

Buku yang tidak akan pernah terbaca kecuali oleh para sahabat sejati setengah dari wanita diciptakan untuknya dari permulaan zaman hingga akhir.

Ah, aku telah mengetahui wanita dalam kerinduan dan hasrat mereka, karena aku telah melihat bahwa kereta dan kuda-kuda indah suamiku dan peti-peti hartanya yang selalu penuh dan bernilai tinggi, tidaklah sama dengan satu kedipan mata seorang pemuda papa yang telah ditakdirkan dicipta untukku dan untuknya aku diciptakan.

Yang sabar menanti dalam kedukaan dan ketercabikan oleh perpisahan .

Seorang tertindas yang menjadi korban keinginan ayahku; terpenjara tanpa kesalahan dalam kurungan waktu.

Tidak perlu engkau menghiburku, karena hiburan bagiku hanyalah terbebas dari penderitaan, pengetahuan akan kekuatan cintaku dan kehormatan damba dan rinduku.

Sekarang aku melihat keseberang airmataku, dan aku menyaksikan nasibku, hari demi hari, membawa semakin dekat kemana aku harus menunggu sahabat jiwaku dan berjumpa denganya dan memeluknya dalam pelukan yang panjang dan sakral.

Jangan cela aku, karena aku telah berlaku sebagai istri yang baik, tunduk kepada hukum-hukum dan adat laki-laki dengan kesabaran dan ketabahan.

Aku memuliakan, menghormati dan menjunjung suamiku.

Namun aku tak bisa memberikan semua milikku, karena Tuhan telah menetapkan bahwa ia hanya untuk kekasihku yang segera aku berjumpa denganya.

Langit telah menghendaki dalam hikmat diamnya bahwa aku harus melalui hari-hariku dengan laki-laki yang bukan dia, yang aku diciptakan untuknya, dan aku akan melalui kehidupan ini sesuai dengan kehendak langit.

Dan ketika pintu keabadian telah terbuka dan aku dapat bergabung dengan belahan jiwaku, aku menengok ke masa lalu-masa yang tidak lain adalah saat ini-seperti musim semi menengok musim dingin.

Aku akan merenungkan kehidupan ini seperti pendaki yang telah mencapai puncak dan memandangi lereng-lereng terjal yang telah ia lalui dan mengantarkanya mencapai puncak tersebut.



  Sampai di sini sang dara berhenti menulis.

Ia menutup wajahnya dengan kedua telapak tanga dan ia menyerahkan diri kepada tangisan yang menyedihkan seakan jiwanya sedang memberontak melawan selembar kertas berisi rahasia paling suci.

Ia mengeringkan air matanya dengan segera dan airmata itu pergi untuk menetap di udara yang tenang, tempat peraduan hati para pecinta dan bunga-bunga.

Setelah beberapa saat ia mengambil penanya dan menulis:

   "Apakah engkau ingat pemuda itu kakak?

Apakah engkau ingat cahaya yang memancar dari kedua bola matanya, dan kesedihan yang membayang di alisnya, dan senyumnya yang seperti airmata seorang wanita yang putus harapan?

Dapatkah kau ingat suaranya yang terdengar seperti gema di padang yang jauh?

Dapatkah engkau mengingatnya ketika ia hendak merenungkan segalanya dengan pandangan mata menerawang, dalam kesunyian, dan berkata kepada mereka dalam keheranan, lalu menundukan kepala dan mengeluh seakan sedang dalam kekhawatiran bahwa ucapan akan mengkhianti apa yang ingin ia pendam di dasar hati?

Dan mimpi-mimpinya juga keyakinan-keyakinanya, itu juga, apakah engkau mengingatnya?

Ah, banyak hal ini dalam diri pemuda yang kepadanya laki-laki lain berpikir mirip denganya, yang ayahku sendiri telah meremehkanya karena ia dibandingkan dengan sampah-sampah yang terbuang.

Ah, kakak, engkau pasti tahu aku seorang martir, untuk urusan dunia yang sepele dan seorang yang berkorban untuk kebodohan.

Kasihanilah adikmu ini, yang berdiri dalam kesunyian dan menatap kegelapan malam untuk mengungkapkan segala rahasia di dadanya.

Milikilah kasih sayang , karena cinta akan mengunjungi hatimu."


   Pagi mulai datang, sang dara bangkit dari tempat menulisnya, dan dalam sekejap, ia telah terlelap.

Barangkali ia akan menjumpai di sana mimpi-mimpi yang lebih manis daripada mimpi-mimpi orang yang terjaga.